Oleh Enggar Rahmadani
(Kontributor Vivisualiterasi Media)
Vivisualiterasi.com- Akhir-akhir ini media sosial ramai sekali dengan kasus bunuh diri yang dilakukan oleh seorang mahasiswi. Bahkan dalam dua hari berturut-turut, ada dua kasus bunuh diri yang sama-sama dilakukan oleh mahasiswi dari universitas di Semarang.
Selasa (10/10) petang, ditemukan seorang mahasiswi dalam kondisi tidak bernyawa di sekitar tempat parkir sebuah pusat perbelanjaan di Semarang. Diduga mahasiswi tersebut tewas dikarenakan bunuh diri dari ketinggian tempat parkir mal tersebut.
Keesokan harinya, juga terjadi kasus diduga bunuh diri di Kecamatan Tembalang, Rabu (11/10/2023) malam. Dalam kasus itu, mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Semarang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di sebuah rumah indekosnya. (kompas.com, 13/10/2023)
Dalam kasus ini, semua korban berjenis kelamin perempuan yang masuk kategori remaja atau dewasa awal. Di mana masa remaja atau dewasa awal ini adalah fase seseorang sedang mencari jati diri, serta kondisi mental mereka yang belum stabil. Apalagi di masa sistem informasi yang berjalan sangat cepat seperti sekarang ini, generasi milenial saat ini mudah sekali terpapar oleh informasi secara terus-menerus tanpa henti. Sehingga segala problematika dunia dapat mereka ketahui saat ini juga. Apalagi media sekarang lebih banyak meng-ekspose berita-berita buruk, sehingga mereka mudah mengalami kecemasan yang berlebih.
Maraknya kasus bunuh diri pada remaja adalah gambaran memburuknya kesehatan mental pada masyarakat. Di sistem sekuler-kapitalisme seperti saat ini, pemerintah hanya fokus untuk perbaikan materi dan gizi masyarakat, bukan pada kesehatan mental. Salah satu buah dari sistem sekuler-kapitalisme ini yakni hedonisme. Hedonisme adalah paham bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup, yang mana kesenangan tersebut didasarkan atas materi dan ketenaran. Namun faktanya, dua hal itu tidak membawa kebahagiaan pada pemiliknya.
Untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang terkait dengan bunuh diri ini perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak, baik oleh negara ataupun keluarga. Dalam sistem ideologi islam, negara wajib melindungi dan menjamin kehidupan warganya. Pemimpin (khalifah) dalam Islam, harus paham dengan sungguh-sungguh bahwa rakyat adalah amanah yang wajib dijaga dan dilindungi. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Dalam Negara Islam (Khilafah), negara akan menerapkan hukum-hukum Allah Taala secara kaffah. Sehingga hak-hak kaum muslim dan seluruh rakyat serta kebutuhan primer hidup mereka akan dijamin oleh negara. Negara bertanggung jawab dalam sistem pendidikan dan pembinaan generasi, dengan menanamkan kepada mereka ideologi islam yang nantinya akan menumbuhkan sosok-sosok yang berkepribadian islami.
Selain pentingnya peran negara, orang tua juga berperan penting sebagai benteng pertama dalam melindungi anak dari depresi dan tindak bunuh diri. Dalam islam, orang tua bertanggung jawab menjaga kesehatan fisik dan mental anak. Orang tua harus melindungi anak-anak mereka dari berbagai serangan eksternal maupun internal yang dapat menghancurkan mental sehingga mereka depresi.
Orang tua serta guru di sekolah juga harus menanamkan pada anak sikap tawakkal kepada Allah Taala. Kebanyakan dari mereka yang depresi dan berlanjut bunuh diri karena merasa hidup sudah tidak punya harapan. Contoh kasus di atas, mereka menulis surat sebelum melakukan tindakan bunuh diri tersebut, mereka mengatakan bahwa pilihan mereka ini adalah pilihan yang terbaik menurut mereka. Hal ini tentu saja pilihan yang keliru. Tindakan bunuh diri, secara fiqih sangat jelas merupakan perbuatan yang sangat dilarang dalam Islam. Perilaku ini merupakan dosa besar. Allah Taala berfirman,
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa [4]: 29)
Sikap putus asa itu datang karena tidak paham konsep tawakkal yang benar dalam agama. Seorang muslim harus sadar bahwa manusia itu adalah makhluk yang lemah. Sebaliknya, Allah satu-satunya tempat bersandar, serta menaruh harapan. Allah berfirman:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214)
Ketika kita meninggalkan alam dunia, kita akan dihadapkan dengan permasalah yang lebih besar lagi. Kita akan tersadar bahwa alam kubur lebih berat daripada alam dunia, alam mahsyar lebih berat dari alam kubur, dan alam neraka lebih berat siksanya daripada alam mahsyar. Maka jangan sekali-kali kita percaya bahwa semua masalah akan terselesaikan jika hidup ini berakhir, itu hanyalah bisikan setan yang akan mencelakai kita semua.
Apabila seseorang punya pemahaman yang benar tentang makna tawakal dan meyakini adanya takdir dari Allah Swt. mereka tidak akan berputus asa karena yakin bahwa semua urusan dalam hidup telah ditentukan oleh Allah. Mereka harus ikhlas menerima segala ketetapan Allah SWT, bukan malah meratapi yang berujung depresi, kemudian bunuh diri. Wallahua'lam bish-shawab.[AR]
0 Komentar