Oleh Ika Juita Sembiring
(Aktivis Dakwah)
Vivisualiterasi.com- Telur merupakan salah satu bahan pokok pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari. Mulai dari konsumsi rumah tangga, pedagang makanan, hingga pabrik bidang usaha makanan olahan. Namun, harga salah satu bahan pokok yang menjadi favorit seantero negeri ini mengalami kenaikan yang cukup tinggi.
Apa yang menjadi titik masalah dari kenaikan harga telur ini? Apakah ini keinginan para pedagang? Tentu bukan, sebab mereka hanya menyesuaikan harga beli yang mengalami kenaikan. Lalu apakah keinginan peternak dalam menentukan harga? Bukan juga, sebab para peternak dalam kondisi yang memprihatinkan. Saat produksi tinggi, serapan justru minim. Karena adanya kebijakan bantuan sosial berupa pemberian bahan pangan oleh Menteri Sosial sehingga peternak ramai-ramai meningkatkan produksi, namun program ini justru berhenti. Produksi pun surplus, peternak tidak balik modal bahkan mengalami kerugian.
Demi menyiasati kerugian agar tidak terus berlanjut, peternak pun memangkas populasi. Akibatnya hasil produksi menurun, sediaan di pasar juga berkurang dan tentu harga pun akan mengalami kenaikan.
Biang Kerok Harga Telur Ayam Meroket
Kenaikan harga telur ayam yang menembus Rp 30.000,00 per kilogram rata-rata nasional ini tentu disebabkan oleh berbagai faktor. Diantaranya pemangkasan populasi ternak yang berimbas pada menurunnya produksi telur. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu peternak ayam, Eko Sugitno.
"Harga mahal itu terkait dengan populasi, suply, and demand. Karena produksinya sedikit permintaannya banyak, otomatis harganya mahal,”. (Liputan6.com 25/08/2022)
Memang sudah alamiahnya jika barang yang tersedia banyak di pasaran sedangkan pembeli sedikit, maka harga akan anjlok. Namun jika sediaan barang minim dan pembeli meningkat maka harga akan meroket. Kondisi seperti ini sering tak dapat diprediksi oleh peternak, begitu pun konsumen. Karena seolah ada tangan besar yang mengatur dibalik layar.
Bagaimana tidak, saat kondisi stabil pemerintah justru mengeluarkan program bantuan sosial berupa pemberian bahan pangan termasuk telur salah satunya. Ramai-ramai peternak meningkatkan produksi, tergiur tingginya permintaan untuk memenuhi program ini. Sudah ada harapan, malah jatuh terhempas kembali. Program berhenti, permintaan telur berkurang drastis. Sedangkan produk sudah terlanjur banyak.
Tak ingin menghadapi kerugian besar peternak pun memangkas populasi. Demi menekan biaya produksi yang belum tentu akan balik modal. Imbasnya, sediaan produk telur berkurang di pasar dan harga beranjak naik.
Masalah Impor Pakan Ternak Ayam
Luasnya wilayah Indonesia, ternyata tidak mampu menyediakan kecukupan bahan pangan. Bahkan untuk pakan ternak ayam petelur ternyata impor dari luar negeri. Patut harga telur makin melonjak, tentu untuk menutupi ongkos produksi.
Tampak bahwa ada campur tangan korporasi asing dari hulu hingga hilir. Padahal Indonesia sebagai negara yang besar dan luas tentu mampu memenuhi kebutuhan ini. Kedelai sebagai bahan pokok pakan ternak ayam dapat tumbuh subur di Indonesia. Jika ini diwujudkan, maka harga produksi telur ayam dapat disesuaikan.
Efek Domino
Tak sekali dua kali Indonesia mengalami kondisi ini. Namun sepertinya belum mampu keluar dari “PR” ini. Seolah selalu terjebak pada pusaran yang sama, mau keluar tertarik lagi. Apalagi kasus lonjakan harga bahan pangan, harusnya menjadi perhatian besar sebab ini adalah kebutuhan mendasar rakyat.
Harga suatu produk memang tidak semata-mata berasal dari nilai produk tersebut. Tetapi harga dibentuk dari berbagai kondisi. Ongkos produksi berkaitan dengan harga pakan, biaya operasional, upah pekerja, biaya transportasi, dan lain-lain. Belum lagi kebijakan pemerintah yang tidak mendukung. Maka efek domino ini akan terus berlanjut. Harga terbentuk dari berbagai kondisi di luar kuasa para pedagang ataupun peternak. Maka dalam hal ini, amat diperlukan peran dari negara.
Jaminan Pemenuhan Pangan dalam Islam
Sebagai sistem hidup yang komprehensif, tampak bagaimana Islam bisa mewujudkan pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Tentu akan terlihat saat Islam diwujudkan sebagai sebuah aturan yang mengatur kehidupan. Tidak dibatasi geraknya hanya dalam rumah ibadah. Namun diberlakukan dalam seluruh sendi-sendi kehidupan.
Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat merupakan kewajiban negara. Dalam Islam ada sistem ekonomi yang disebut Nizhom Iqtisodi. Di dalamnya secara jelas dan terperinci diatur bagaimana agar terpenuhi seluruh kebutuhan pokok bahkan kebutuhan pelengkap bagi rakyatnya. Terjamin dan terjaga, dari perkara penyediaan sampai distribusinya.
Bahkan sumber-sumber pemasukan negara ada dalam sistem Islam. Yang mana dapat digunakan untuk seoptimalnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Tak akan ada kisah rakyat yang lapar karena tak mampu membeli kebutuhan pokok.
Islam juga akan melakukan monitoring pasar agar kestabilan harga bahan pokok tetap terjaga. Negara juga akan menjaga produksi dalam negeri dengan memanfaatkan dan mengelola secara mandiri sumber daya alam yang ada. Tidak boleh bergantung pada impor. Maka negara secara independen akan memenuhi kebutuhan rakyatnya sehingga tidak ada intervensi harga dari pihak luar. Korporat asing tidak akan punya tempat untuk mengatur masalah dalam negeri negara Islam. Sehingga berkah bagi seluruh pelaku ekonomi, rakyat, dan penyelenggara negara pun akan terwujud.
Wujud Islam sebagai rahmatan lil alamin akan terlihat. Apa yang Allah janjikan jika terikat dengan aturannya akan hadir. Berupa ketenangan dan kesejahteraan bagi seluruh manusia.
Setidaknya untuk menjaga stabilitas harga dan distribusi telur di pasar, yaitu sebagai berikut.
Pertama, menghilangkan aktivitas penimbunan, impor, intervensi harga, dan sebagainya.
Sebab Islam mengharamkan aktivitas penimbunan bahan agar harganya naik. Abu Umamah al-Bahili berkata,
"Rasulullah saw. Melarang penimbunan makanan.” (HR. Al-Hakim dan al-Baihaqi).
Kedua, menjaga keseimbangan ketersediaan produk dan pengaturan distribusinya dengan melakukan pengelolaan sumber daya alam secara mandiri dan memantau penyaluran hasil produksi ke tengah-tengah masyarakat.
Demikian pengaturan dalam Islam dalam menghadapi kenaikan harga pangan salah satunya telur. Butuh solusi yang tuntas yang komprehensif bukan sekadar solusi tambal sulam.
Wallahua`lam bishawab [Ng]
0 Komentar