Oleh Mahganipatra
(Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)
Faktanya, seperti yang dikutip dalam berita, "Seorang pemuda bernama Pian Firmansyah (19) yang berdomisili di Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, tewas diduga menjadi korban begal di jalan Anggrek, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Menurut Kanit Reskrim Polsek Bekasi Timur, Iptu Ompi Indovina, korban tewas dibacok saat mengendarai sepeda motor ketika melintas di Jalan Anggrek sekitar pukul 00.30 WIB. (Wajahbekasi.com, 1/2/2021)
Maraknya kriminalitas yang terjadi di Bekasi ditengarai karena beberapa faktor di antaranya, yaitu:
Pertama, karena kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit. Mereka terpaksa tidak bekerja dan kehilangan sumber pemasukan. Faktanya, karena mengalami PHK dari perusahaan tempat mereka bekerja. Pandemi Covid-19 yang menyerang cluster industri sangat memengaruhi aspek ekonomi sebagian besar warga kota Bekasi. Rata-rata warga mengalami kesulitan ekonomi karena mereka mayoritas urban dan buruh pabrik.
Bagi masyarakat yang tingkat pemahaman agamanya rendah dan tidak memiliki pondasi keimanan yang kuat. Kondisi tersebut membuat emosi mudah tersulut, kalut, galau dan gelap mata. Sehingga ketakwaan individu pun lenyap dan rentan melakukan tindakan kriminal di tengah-tengah masyarakat.
Kedua, karena sistem hukum dan sanksi yang ada selama ini tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Sistem hukum yang ada di dunia saat ini pada umumnya memiliki tiga aspek dalam penerapannya, yaitu aspek preventif yang mampu mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan kembali, aspek represif yang mampu menahan orang untuk tidak melakukan kejahatan yang sama. Kemudian aspek rehabilitatif yang mampu mencegah orang yang belum pernah melakukan kejahatan, tidak terdorong berbuat kejahatan.
Namun sayang, ketiga aspek penerapan hukum tersebut saat ini tidak mampu berjalan maksimal. Karena dasar untuk membuat hukum diserahkan kepada akal manusia yang memiliki banyak kelemahan, bersifat temporal, dinilai berat sebelah dan tidak adil dalam pelaksanaannya. Alih-alih memberi efek jera dan dapat menekan jumlah kriminalitas, yang terjadi justru kriminalitas semakin meningkat.
Selain itu, bukti kelemahan hukum buatan manusia menjadikan hukum bersifat relatif. Mudah berubah sesuai dengan kepentingan. Bahkan tak jarang kita menjumpai aparat penegak hukum mulai dari polisi, jaksa hingga hakim memiliki mental bobrok. Lebih berpihak kepada yang kaya dibandingkan kepada yang miskin. Prosesnya yang berbelit-belit ketika korban membuat laporan, bahkan kadangkala wajib membayar sejumlah uang agar berkas laporan bisa segera ditindaklanjuti oleh aparat. Faktor ini yang menimbulkan sikap apatisme dari masyarakat. Mereka enggan membuat pengaduan kepada aparat sehingga para penjahat makin leluasa menyebarkan teror.
Maraknya kriminalitas adalah salah satu efek penerapan sistem sekularisme oleh negara. Prinsip sekuler yang memandang agama sebagai wilayah privat, sementara ketika berada di wilayah publik (seperti bidang ekonomi, pemerintahan, termasuk hukum dan sanksi), agama harus dicampakkan. Prinsip ini menjadi pemicu hilangnya fungsi agama sebagai nilai moralitas yang akan menjaga ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara dari perbuatan jahat.
Pada saat nilai moralitas hancur maka sudah dapat dipastikan bahwa masyarakat di suatu negara, tinggal menunggu kehancurannya. Tentu kita tidak mengharapkan kehancuran akan menimpa negara kita bukan?
Efektivitas dan Keistimewaan Hukum Islam
Hilangnya rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum, tidak akan terjadi jika diterapkan sistem Islam di tengah masyarakat oleh negara. Negara Islam, yaitu Khilafah memiliki keunggulan di dalam penerapan hukum dan sanksi dibandingkan dengan hukum sekuler.
Hukum Islam menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dasar hukum yang akan menutup celah kepentingan dan kelemahan manusia. Hukum Islam tidak akan pernah berubah hingga hari kiamat. Demikian pula terhadap definisi kejahatan dan sanksi pun jelas, tidak akan mengalami perubahan dan memicu timbulnya persoalan baru.
Sebab hukum Islam merupakan hukum buatan Allah Swt. yang diturunkan kepada manusia agar menjadi rahmat bagi seluruh manusia, baik dia muslim maupun nonmuslim. Hal ini dapat dibuktikan. Selama 800 tahun pemerintahan Islam di Spanyol, pemeluk Islam, orang Yahudi dan Kristen mampu hidup berdampingan. Mereka mendapatkan jaminan keamanan dan hak-hak yang sama sebagai warga negara tanpa diskriminasi.
Begitu pula dalam pelaksanaannya, hukum Islam memiliki karakter sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Fungsi zawajir adalah agar pelaku kejahatan menjadi jera sehingga dapat mencegah masyarakat untuk melakukan tindakan kriminal yang sama. Ketika fungsi ini terlaksana maka akan tercipta rasa aman dari masyarakat. Sedangkan fungsi jawabir (penebus dosa) adalah sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku kriminal untuk hukuman di dunia sekaligus sebagai penebus azab di akhirat.
Dari sini tampak bahwa hukum Islam tidak hanya berpihak kepada masyarakat secara umum karena mampu menimbulkan efek jera dan berfungsi sebagai pencegahan. Akan tetapi sekaligus berpihak kepada pelaku ketika ia menerima sanksi di dunia maka akan terbebas dari hukum Allah Swt. di akhirat.
Sungguh, keagungan sistem Islam sebagai sebuah sistem yang sempurna yang diturunkan oleh Allah Swt. sebagai al-Khaliq dan al-Mudabbir tidak hanya dibenarkan berdasarkan keyakinan saja. Namun berdasarkan empiris juga telah terbukti secara rasional dan argumentatif. Bahwa hukum Islam telah mampu menekan jumlah kriminalitas selama ratusan tahun. Hanya orang-orang yang buta dan tertutup oleh kebencian terhadap Islam saja yang terus menolak diterapkannya hukum Islam. Wallahu a'lam.[IRP]
0 Komentar