Subscribe Us

TIDAK ADA KETAATAN TERHADAP MAKHLUK

Oleh: Aldzikratul Rachma
(Tim AMKCV dan Kontributor Media) 



Vivisualiterasi.com-Framing jahat orang-orang yang anti khilafah adalah mencari cela pada setiap kata ataupun perbuatan para pejuangnya. Kata mereka, "Saya suka dengan khilafah. Tapi tidak suka dengan cara perjuangan para pengembannya. Benci demokrasi, tapi berbondong-bondong jadi PNS."

Selain itu, mereka menjadikan kasus saudara kita, Hikma Sanggala sebagai tameng. "Hikma Sanggala terlalu keras terhadap dosen. Padahal, bagaimanapun dosen itu seorang guru yang wajib untuk dihormati."

Menanggapi perkataan ini. Maka hanya satu tanggapan saya, "Tidak ada ketaatan pada kemaksiatan, termaksud ketaatan pada penguasa dan seorang guru. Kepada orang tua saja, kita tidak bisa taat ketika menyuruh untuk bermaksiat. Itu artinya, ketika ada seseorang menolak khilafah dan mengatakannya sebagai ajaran sesat, maka hal itu merupakan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya yang tidak boleh untuk diikuti.

Saya kutipkan hadits Rasulullah dalam kitab Min Muqawwimat Nafsiyah Islamiyah:

“Tiga jenis orang yang jika termasuk di dalamnya maka seseorang akan merasakan manisnya iman: orang yang mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya paling ia cintai daripada selain keduanya, dan orang yang dilemparkan ke dalam api neraka lebih ia sukai daripada ia kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan ia dari kekufuran.” (Mutafaq 'alaih)

Rasulullah juga bersabda pada hadits lainnya:

“Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.” (HR. Ahmad, shahih)

Dari Hadits-hadits di atas, maka sesungguhnya kita ditegaskan bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perkara maksiat. Justru, kita diperintahkan untuk beramar ma'ruf nahi mungkar. 

"Maka ada segolongan umat. Yang menyeru pada yang ma'ruf dan mencegah dari kemungkaran." (QS. Ali Imran:104) 

"Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)

Mengutip dari kisah sahabat Rasulullah, Abu Ubaidah Bin Jarrah.

"Dalam Perang Badar, Abu Ubaidah berhasil menyusup ke barisan musuh tanpa merasa takut mati. Akan tetapi, salah satu tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan mengejarnya. Kemanapun ia lari, tentara itu terus mengejarnya dengan beringas. Abu Ubaidah terus menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan pengejarnya. Melihat Abu Ubaidah yang terus menghindar, tentara kaum musyrikin memanfaatkan kesempatan tersebut.  Ketika si pengejar bertambah dekat, dan merasa posisinya strategis, Abu Ubaidah seketika mengayunkan pedang ke arah kepala lawan. Sang lawan tewas seketika dengan kepala terbelah.

Tahukah kamu, siapakah lawan Abu Ubaidah yang sangat beringas itu? Abdullah bin Jarrah. Siapakah Abdullah bin Jarrah? Tak lain, ialah ayah kandungnya sendiri! 

Apakah Abu Ubaidah telah membunuh ayahnya? Jawabanya tidak! Abu Ubaidah tidak membunuh ayahnya, tapi membunuh kemusyrikan yang bersarang dalam pribadi ayahnya."

Berkenaan dengan kasus Abu Ubaidah ini, Allah berfirman: "Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." (QS. al-Mujaadalah: 23)

Wallahu a'lam bish-shawab.[AR]

Posting Komentar

0 Komentar